25 Agustus, 2009

Muda-Mudi Nainggolan Mengisi Tujuah Belasan

Batu Aji, Minggu 16 Agustus 2009, Muda-Mudi Toga Nainggolan dan Bere Se-Barelang mengadakan rapat final untuk perayaan kemerdekaan. Rencana tempat akan dilaksanakan ditepian selat Malaka. Kawasan pantai Sekupang berjarak kira-kira 15km dari Batam Center, pusat kota. Perayaan kemerdekaan Negeri yang bernama Indonesia, panitia merencanakan telah merencanakan berbagai acara. Mulai dari acara liturgi semacam rekoleksi hingga ke berbagai aneka permainan. Seminggu sebelumnya, panitia telah melakukan survey tempat, untuk memastikan berbagai peralatan pendukung. Mulai dari tenda, listrik hingga ke properti perlombaan. Konsumsi dan hadiah perlombaan dikerjakan senin dinihari.

Pukul 4.00 WIB sore hari Teguh Nainggolan, Ketua pelaksana perayaan dan rekoleksi menginformasikan tentang persiapan konsumsi dimulai, senin pukul 2.00 WIB pagi. Manusia kurus dari tanah Sibolga ini bertanya tentang persiapan bumbu dan daging. Jujur aku juga tidak tahu. Kusarankan dia bertanya kepada Ito Sariani Br. Nainggolan, Bendahara BPH dan juga appara Botax, penanggungjawab pembelian daging. Tak berapa lama, kurang dari 15 menit telepon kembali masuk. Teguh sudah mulai terlihat mengeluh. Botax ternyata belum mendapatkan daging. Sementara Sariani belum juga belanja bumbu.

"Gimana ni appara" Teguh dengan nada mengeluh.
"Tidak apa-apa pra, tapi pinahan sama ayamnya lagi dicari kan?"
"Ya, cuma udah malam. Gimana kalo ndak ada, plan B?"
"Serba lima ribu"
"Ok, pra, ntar dikabari lagi" jawab Teguh sambil menutup pembicaraan.

Tidak ada lagi telepon, tak ada kabar. Ada dua kemungkinan semuanya sudah beres atau masih sibuk mencari. Jam 7.00 malam, Putri 7 Blok P No. 13, rumah Ito Sedia Br. Nainggolan. Tempat mempersiapkan lauk dan membungkus kado. Sudah rame. Didapur ito-ito Br. Nainggolan sudah sibuk. Ada yang didepan kompor, menggiling bumbu, menguliti bawang. Para amang boru (bere), tangannya penuh darah, mengeksekusi pinahan dan ayam.

Sementara para appara sedang sibuk diskusi, pimpinan Teguh. Semakin kuperhatikan topik pembicaraan sekitar rencana keberangkatan dan acara.

Botak melaporkan jumlah peserta yang daftar hingga malam itu.
"Udah baguslah, 60 orang sudah daftar" tanggap Teguh
"Tapi mungkin besok akan tambah lagi, biasa!" jawab Botax Nainggolan
"Tumben, otik" Timpal Ruddin Nainggolan
"Tidak masalah, mudah-mudahan besok nambah. Penting sekarang kita persiapkan acara" saran Agus Nainggolan.

Malam itu mereka mendiskusikan acara termasuk rencana berangkat dari dua titik, pertama, Simpang Putri 7, Batu Aji dan Mall Panbil, Mukakuning. Ditemani kopi khas buatan Br. Nainggolan diskusi ini berlangsung hingga pukul 23.30 WIB. Namun, satu persatu terlihat mulai tertidur. Alex dan Agus sudah memperdengarkan suara aneh. Mendengkur!

Mendengar suara aneh makin keras, Teguh membangunkan Agus, membantu Ito Leli Br. Nainggolan memasak nasi di Kandang Ayam (aneh ya, ini nama tempat bos). Wajah mabok, seperti habis minum tuak sepuluh gelas.

"Apa,...! udah jam berapa ini?" Agus tampang bingung
"Dua belas, Kekandang ayam" Teguh
Agus masih terlihat setengah sadar, menggaruk kepala.
"Jaketku mana?"
Dasar ngantuk, dia lupa kalau tak memakai jaket. Semua diam, dan memeriksa semua jaket diatas lantai. Tak ada yang cocok.
"Apa tadi aku ndak bawa ya?" Agus, wajah dah mulai sehat.
"Kayaknya tadi tak pake appara" Jawab Ricardo Nainggolan

Sepertinya dia sudah yakin datang tak memakai jaket. Sambil berdiri, dia menanyakan makanan.
"Dang adong" Ito Valen, Hetty, Teguh serentak.
"Sudahlah, male-malelah aku memasak disana ya" Agus
"Olo...!" hampir semua yang tinggal disana menjawab.
Dia pergi pergi munuju Kandang Ayam bersama amang boru Gultom.

***

Setengah jam setelah Agus berangkat jam dinding yang menggantung di dinding menunjukkan pukul 1.15 WIB. Botax meminta Ito Valen memisahkan bumbu sangsang dan ayam rendang. Dapur rumah sangat sempit. Maklum tipe 30 bos.
Dapur berukuran 2m x 3m terlihat sangat sempit. Botax menyarankan agar sangsang dimasak di halaman rumah. Satu persatu peralatan mulai dipindah. Mulai dari kompor minyak tanah, belanga (penggorengan) panci dll

"Boha, ngaboi tamulai (udah bisa dimulai)?" Botax.
"Baru tengah dua, sebaiknya mulai jam dua saja" Teguh
"Baen majo Kopi i muse Ito Naburju" Botax sambil melihat Valen
"Holan na kopi-on"jawab Valen, sambil berjalan menuju dapur.
Dari pintu depan terlihat Valen mempersiapkan kopi. Salute buat Ito Valen, walaupun kesal dia tetap saja menyuguhkan kopi.

Kurang dari sepuluh menit kopi datang dari dapur, wajah Valen tersenyum. Ntah apa yang membuatnya tersenyum. Mungkin senyum gondok!

"Ima nian Ibotokkon, naburjuon" Teguh
"Olo..., "Valen sambil ketawa kecil.

***
Penantian setengah jam bersama kopi dan juga bermacam cigarette. Ntah kenapa sebuah topik pembicaraan muncul Tentang kepatuhan kepada orang tua. Budi Nainggolan alias pulsa mulai mengeluarkan perenungan panjangnya. Bercerita tentang orang tua dan masa kelamnya. Dia bercerita tentang kehidupan mapan keluarganya namun berbalik 180 derajat karena kelakuannya.
"Jatuh bangkrut, miskin appara" Pulsa
Terdiam sejenak. Dia menarik napas panjang, seprti mencoba mengingat sesuatu. Sehabis SMP dia sudah pindah sekolah ke Medan, masuk STM. Disanalah kehidpan yang lebih parah dilakoninya. Berbagai macam cerita dikarang untuk satu tujuan uang. Mengakali orang tua. Mulai dari sambilan menarik becak, namun melakukan dengan setengah hati. Tak berapa lama, becak dijual. Duitnya? Habis ntah kemana.

Tapi terkadang tak semua demikian.
"Kadang ada juga orangtua yang berlebihan" timpal Botax
"Benar mungkin ada, tapi tak ada orang tua yang senang melihat kemunduran anaknya" Pulsa
"Ya, tapi kacaunya kadang terlalu memaksa" Botax
"Aku cuma berangkat dari pengalamanku, kadang aku berfikir janga-jangan hidup seperti ini da hubungannya dengan masa lalu dengan kedua orang tua" jelas Pulsa.

Belum Pulsa melanjutkan ceritanya, Valen datang.
"Loh, cerita terus, kapan masaknya?"
"Ambil Minyak itu Kurus" perintah Botax ke Kurus Nainggolan.
Botax menyalakan kompor minyak dan meletakkan belanga (penggorengan) diatasnya. Tuangkan minyak goreng sampai habis.
"To, mana minyak gorengnya" Valen
"Udah habis, dipakai semua" Botax
"Terus masak rendangnya?"
"Waduh.., pakai minyak ayam aja to"

Dasar anak muda, cepat menemukan jalan pintas. tak ada akar rotan pun jadi. Tak ada minyak goreng minyak ayam pun jadi.
Valen menuju kedapur dengan majah mengkerut. Marah ni..ye...
Satu persatu bumbu dimasukkan Botax hingga daging. Goyang kiri-goyang kanan. Celup jari dikit, rasakan.

"Masih kurang, coba dulu Kurus apanya yang kurang" Botax
Celup lagi
"Udah enak" Kurus
"Sude do diho tabo, ayo Pulsa" Botax
"Kurang garam, sama daun salam" Pulsa
Botax langsung kedapur, dia bawa air dan daun jeruk. Ternyata lagi-lagi jalan pintas. Tak ada daun salam daun jeruk pun jadi. Gila sulit membayangkan rasanya, masakan sangsang "tipe jalan pintas" maked by Mr. Botax.

Aduk lagi.. Aduk lagi..

Agak lama juga, membolak-balik hingga jam sudah menunjukkan pukul 4.00 WIB. Ayam tetangga Ito Sedia sudah berkeliaran. Tanda matahari sudah dekat.

Sentuhan terakhir. memisahkan daging namargota (pakai darah) dan tak margota (tak pakai darah). Dari caranya pencapuran terlihat Botax memang ahlinya. Salute buat appara Botax. Selesai, masakan siap dibungkus. Dan tidur menunggu jam berangkat, pukul 8.00WIB. Tidur, nyeyak, jangan lupa bangun!

***

Pukul 6.30 WIB Teguh Nainggolan sudah tak ada di rumah. Yang terlihat hanya Ito Valen.
"teguh dimana to" Rosaldi Nainggolan
"Bergerilya, meminjam toples sama panci. Makanya bangun yang cepat" Valen
"Ito Hetty mana?"
"Dah pulang ke Piayu, koordinir yang berangkat dari sana"
"O, o..." Rosaldi rebahan lagi

Melihat Rosaldi mau melanjutkan tidur, Ito Valen langsung bersuara.
"Ayo,.. bangun semua"

Semua terbangun. Wajah masih pucat. Maklum kurang tidur. Sebagian pulang untuk mandi sekalian menyiapkan bus. Dan yang lain mengingatkan anggota yang hendak berangkat.

Teguh datang dengan dua buah toples dan satu panci.
"Dapat dari mana appara" Rosaldi
"Biasa calon parumaen" teguh, wajah tersipu. Senyumnya pagi itu melebihi cerahnya cahaya mentari.

***
Bus sudah tiba tepat waktu pukul 7.45 WIB. Belum ada Nainggolan yang terlihat kecuali yang bertugas memasak semalam.
"Gila, tudia be do" Teguh
Kesepakatan sebelumnya bus harus berangkat pukul 8.00 WIB, teng. Karena bus yang sama harus mengangkut carteran lain jam 9.00 WIB. Mulai panik! Semua manusia didekat bus memencet handphone. Menanyakan keberadaan anggota.

"Kami dah di Panbil Mall to, 30-an orang" Ito Fitri Br. Nainggolan
"Ok, siap disana, bentar lagi bus menjemput" teguh Nainggolan.
"Bengkong ada tiga orang pra, tapi langsung ketempat" Gordon

Hingga pukul 8.30 di Putri tujuh baru 20-an orang. Supir bus sudah mulai tegang.
"Paling lambat 15 menit lagi harus berangkat" Supir bus.
"Ok, tulang" Teguh
Tak lama jemputan Panbill tiba. Gabung dengan bus Putri tujuh. Selang lima menit nainggolan dari Piayu, rombongan ito Hetty juga tiba bareng dengan Ito dari dormitory. Semua kumpul dalam satu bus. Tidak muat, sebagian akhirnya menggunakan sepeda motor. Meluncur menuju Tanjung Pinggir Sekupang, singgah di kandang ayam, jemput nasi.

***

Tanjung Pinggir 10.30 WIB, cerah. Singapura terlihat dekat. Gedung pencakar langitnya terlihat bahagia saat rombongan Nainggolan memandang kemolekan bentuknya.

Sambil berjalan menuju bibir pantai, sebagian Br. Nainggolan memasang aksi. Berfoto dengan backgroud Selat Malaka berhiaskan Singapura. Bergaya layaknya model. Lenggok kiri-lenggok kanan.

***

Acara liturgi mulai 10.30 WIB. Diisi dengan doa dan nyanyian pujian. Semua terlihat bahagia. Rasa capek satu malam serasa hilang lepas ditelan selat Malaka. Ito Irma Br. Nainggolan membawakan renungan. Salute buat Ito Irma, masih muda sudah mau berbagi dan belajar membawa renungan. Ito dan appara yang lain ditunggu gilirannya!

Liturgi ini berlangsung singkat, kurang dari satu jam. Selanjutnya sambutan ketua panitia. Teguh maju kedepan. Memulai sambutan dengan sapaan syalom!

Teguh memulai sambutannya dengan curhat tentang perjalanan kepanitiaan. Dia meminta maaf untk semua kekurangan. Dan yang paling menarik, Teguh mengungkapkan tentang rencana pesta Muda-Mudi Toga Nainggolan dan Bere Se-barelang 2010.
"Ini baru latihan, tahun 2010, kita akan mendesain Pesta Naposo yang jauh lebih besar dari perayaan ini dan juga Pesat naposo sebelumnya!" Teguh
Semua tepuk tangan. Siang itu wajah semua Nainggolan's terlihat berapi-api. Darah empat lima seperti tampak membahana dalam tubuhnya. Darah yang siap membanjiri Singapura dan Malasia, yang tampak di depan mata. Merdeka! Optimis, full..
"Saya bangga semua semangat, pertahankan!" Teguh mengakhiri sambutannya.

Saat yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Waktunya menikmati hidangan spesial khas appara Botax. Sangsang ala "jalan pintas" dan rendang ala Valen. Diiringi suara merdu Nainggolan Trio dan hembusan angin spoi-spoi tiga negara. Gila! menyenangkan. Hembusan angin tiga negara ditepian laut selat Malaka, mengubah rasa sangsang Botax ala "jalan pintas" menjadi senikmati sangsang terbaik ala Siltor. Sementara rendang ala Valen berubah lebih nikmat melebihi rendang rumah makan Pada Sederhana yang terkenal itu. Luar biasa!!

Untuk semua yang belum pernah menikmati makan di tepian selat Malaka diiringi Nainggolan trio. Menyesal anda tak pernah menikmatinya.

***

Kenyang sudah perut, sulit untuk bergerak. Seolah lambung tak lagi punya ruang kosong. Perut Azis Nainggolan sudah terlihat menonjol kedepan. Sementara Gordon Nainggolan terlihat berusaha menahan ngantuk, bawaan dari daging pinahan yang tertelan. Semua terlihat tenang mendengar Nainggolan Trio. Ntah menikmati, mungkin juga tapi sepertin ya tak sepenuhnya. Efek Pinahan sudah menjalar. Bosur!!

Hampir setengah jam waktunya untuk kembali mengajak perut yang membengkak untuk kompromi. Masih ada sedikit rasa sesak. Tapi Teguh terlihat sudah mempersiapkan acara selanjutnya bersama Valen dan Dasalon Nainggolan.

***

"Ayo semua kumpul melingkar" Dasalon dengan pengeras suara.
"Hitung sampai sepuluh yang tak ikut dalam lingkaran akan di denda" lanjut Teguh.
"Ayo, Pisang kesini kalian" seru Saut Nainggolan, memanggil sebagian yang masih dibibir pantai.

Lingkaran sudah terbentuk. Saling berpegangan tangan. Lihatkiri -lihat kanan. Lingkaran sudah terlihat rapi. Untuk membagi kelompok menjadi lima. Valen meminta semua untuk menyebut angka berurutan, mulai dari satu hingga lima- berulang.
"Mulai dari, Saut Nainggolan" Valen

Saut mulai berhitung dan dilanjutkan terus hingga semua menyebut angka. Terbentuklah lima kelompok. Now, time for game!!

Permainan pertama, setiap kelompok diminta untuk membuat yel-yel kemerdekaan. Yel terbaik akan menjadi pemenang. Semua kelompok saling mendekat. Sebagian ada yang curi-curi dengar, mau nyontek ide. Dasar Batak muda. Juara satu dimenangkan kelompok Pulsa Nainggolan. Berhak mendapatkan hadiah satu kaleng roti 2 kaleng Khong Guan tambah dua bungkus Kopiko. Mantap! Juara dua, Kelompok Fitri Br. Nainggolan, mendapatkan Satu kaleng bungkus roti Biscuits, satu bungkus Oreo dan Kopiko. Menggiurkan!! Juara tiga, kelompok Lucca Nainggolan, dapat Oero satu bungkus saja. Kacian!! Kelompok Pius Nainggolan tak dapat. Kacau!

Permainan berikutnya mengisi air dalam balon dan dilanjutkan dengan mangultong (menghembus pra!) sampai bulat besar. Gerimis mulai turun. Gelora kemerdekaan dari anak muda Nainggolan tak gentar. Maju terus pantang mundur. Semangat empat lima memang sudah tertanam kuat didalam dada, generasi muda Nainggolan. Jangankan gerimis, hujan batu sekalipun takkan membuatnya mundur. Merayakan kemerdekaan adalah penghormatan bagi mereka yang berjuang mati-matian bagi tumpah darah. Merdeka! sekali lagi bos, Merdeka! Barisan diatur, dari tepi pantai memanjang. Yang paling dekat dengan pantai mengisi air kedalam balon. Barisan kedua dan seterusnya mangultong (Akka sibalga butuha ma dison) hingga bulat besar. Dan barisan terakhir mengikat dan mengantarkannya ke tempat yang sudah disiapkan.

Tak jauh dari dugaan, kelompok Saut Nainggolan menjadi juara. Maklum badannya besar, butuha (perut) pun bolon! Juara dua Kelompok Pesta Br. Nainggolan, Ketiga Kelompok Azis Nainggolan. Semua berhak mendapatkan hadiah yang sama seperti sebelumnya. Kelompok Pius Nainggolan kembali KO. Mulai curiga!

Permainan terakhir, memberi makan pisang. Setiap kelompok akan berjalan mundur sambil mengacungkan pisang ke arah belakang. Dan seorang teman sudah menunggu sambil; membri arahan. Ada yang jalan mundur hingga ke tepi pantai. Ntah begu apa yang mengarahkan! Perlombaan ini di menangkan kelompok Azis Nainggolan. Wajar, raja pisang dari hita-an. Urutan kedua Kelompok Pulsa Nainggolan dan kelompok Lucca nainggolan urutan ketiga. Hadiah, sama lagi. Tak mengapa yang penting nilai semaraknya Bung! Kelompok Pius Nainggolan kalah lagi. Memang tak berbakat!!

Habis sudah permainan, selanjutnya acara terakhir. Aksi nyanyi bebas. Semua Naposo Nainggolan mengekspresikan keindahan suara masing-masing. Ada yang menyanyikan lagu dangdut, Pop, Luar Negeri, yang pasti tak ketinggalan lagu Batak. Acara ini berlangsung hingga pukul 5 sore. Waktu yang disepakati untuk kembali pulang. Maklum sebagian dari Ito dan appara ada yang masuk kerja malam. Batam Bung!!!

semua berkemas. Satu persatu alat musik diangkat kembali menuju parkiran bus. Termos, panci, dan perlatan lainnya di cek satu persatu. Takut ada yang ketinggalan. Maklum barang pinjaman.

Semua sudah di tumpuk di parkiran, tapi bus belum juga datang. Alex Nainggolan koordinator bus terlihat sibuk. Angkat telpon, gaya preman terminal Amplas. Sibuk!

" Barelang macet appara" Alex lapor kepada Teguh.

Semua duduk tenang, menanti bus. Sebagian wajah sudah terlihat lemas, sedikit mengantuk. Ada yang tidur-tiduran diatas rumput di bawah pohon. Menikmati angin sore. Pukul 18.30 WIB bus tiba. Semua bergerak cepat menaikkan semua perabot dan peralatan. Bus berangkat pulang dengan kepuasan akan sebuah kebrsamaan. Merdeka Indonesia. Merdeka Nainggolan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Horas!!!