11 Agustus, 2009

Membuka Ruang Potensi Tobasa

Kabupaten Toba Samosir (TOBASA) telah terbentuk. Memang banyak yang pesimistis atas terbentuknya kabupaten termuda di Sumatra Utara ini. Dengan berbagai alasan, misalnmya saja pengamat ekonomi Pande Raja Silalahi salah satunya. Berpendapat bahwa pemekaran ini tidak akan memberikan perubahan yang signifikan, bahkan cendrung akan mempersulit pembangunan di Tobasa, argumennya pun tidak jauh dari kebiasaan yang ada dalam birokrasi. Semakin banyak pemborosan, menggaji perangkat pemerintah. Sebuah pemikirang yang beralasan memang, bila melihat kecendrungan birokrasi yang ada, telah membudaya dalam masyarakat Indonesia.

Tetapi sebuah keputusan telah diambil, saatnya sekarang untuk berbenah dan mencari cara agar rasa pesimitis menjadi optimistis.Sehingga dasar pembentukan kabupaten baru ini Kabupaten Toba Samosir yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor: 12 tahun 1998, inipun memiliki sumber daya alam yang sangat baik untuk dikembangkan.


Mulai dari keindahan alamnya. Danau Toba dengan kepulawan didadalamnya sudah bukan merupakan rahasia umum lagi, merupakan sebuah fenomena alam yang sangat menakjubkan. Sayangnya sampai sekarang pemandangan alam inipun hanya tinggal sebuah potensi, namun belum dipotensialkan. Padahal bukan sebuah harampan yang eutopis (mengada ada) jika suatu saat Tobasa menjadi Balinya Sumatra.

Sealin itu, letaknya yang tepat berada di daerah tropis, 2 0 06’ – 2 0 45’ Lintang Utara dan 980 21’ – 99 010’ Bujur Timur, dan ketinggian 300 - 1.500 meter di atas permukaan laut. Sehingga tidaklah mengherankan jika curah hujannya mencapai 1.876 mm dengan 164 hari hujan. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Oktober dengan curah hujan 360 mm dengan 22 hari hujan, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Juli dengan curah hujan 20 mm dan 4 hari hujan. Sudah cukup membuatnya menjadi daerah yang cukup baik untuk bercocok tanam.

Belum lagi, tempatnya yang terletak sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Simalungun, sebelah Timur dengan Kabupaten Asahan dan Labuhan Batu, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara, dan sebelah Barat dengan Kabupaten Dairi. Sehingga membuatnya menjadi daerah pengaman bagi kabupaten lainnya karena wilayah ini merupakan hulu berbagai sungai yang mengalir ke Wilayah Timur Sumatera Utara.

Karena Toba Samosir berada dijajaran pegunungan Bukit Barisan dengan topografi dan kontur tanah yang beraneka ragam, yaitu datar, berbukit, bergelombang, dan terjal. Ini sudah cukup membuatnya menjadi kawasan potensi, namun tentu bagaimana mempotensialkannya. Dan menjadi tugas sumberdaya manusianya untuk mengolah sehingga potensial.

Jumlah penduduknya yang mencapai 304.015 jiwa dan tersebar dengan tingkat kepadatan 88,35 jiwa per kilometer persegi, terus bertumbuh sekitar 0,51 persen pertahun. Melihat jumlah penduduk yang dimiliki ini, memang akan semakin menambah rasa optimistis, tentang masa depan kabupaten ini.

Namun berangkat dari pembangunan bangsa selama ini. memang tidak cukup menjamin kesejahtraan masyarakatnya. Walaupun memiliki potensi yang cukup berlimpah, misalnya saja Indonesi yang kaya akan sumberdaya alamnya tetap meninggalkan penderitaan bagi bangsanya. Sehingga muncul pemikiran bagaimana membuat Tobasa berbeda dengan Indonesia dari prespektif pembangunannya.

Belajar dari perjalanan bangsa, yang sering tertinggalkan adalah pembangunan yang berorientasikan kerakyatan. Tidak perlu untuk memungkiri masyarakat Tobasa memiliki kemampuan hakiki yang dimilikinya secara turun temurun. Mulai dari pola kebudayaan hingga kerajinan dan pola pikirnya. Memang perjalanan hidup selama ini, dapat saja membuat setiap elemen yang berkepentingan bagi pembangunan kabupaten ini untuk menakar ulang akan kemampuan hakiki (indegenous knowledge) yang dimiliki masyarakatnya.

Sehingga ada perubahan atas kemampuan itu, sudah tentu harus merancang strategi baru dalam pembangunannya. Salah satunya adalah melalui perbaikan institusi pendidikan. Sejarah sudah membuktikan bahwa lahirnya negara ataupun kabupaten ini atas prakarsa kaum intelektual. Atas dasar pemikiran yang dimilikinya.

Dan sayangnya, keruntuhan akan bagunannya pun atas perilaku kaum intelektual pula. Setidaknya dapat ditarik garis lurus bahwa kaum intelektual menjadi pondasi yang menentukan arah pembangunan potensinya. Sehingga strategi yang sama, untuk membangun potensi kabupaten Tobasa sebaiknya jika dimulai dengan membangun kualitas sumberdaya manusianya (SDM).

Masalahnya untuk menghasilkan kaum ini masyarakat sekarang bergantung pada yang namanya Institusi pendidikan. Sementara institusi ini memiliki banyak kelemahan dalam polanya. Mulai dari pemakaian kurikulum yang tidak melandaskan atas realitas masyarakatnya. Misalnya saja, Tobasa memiliki potensi akan parawisatanya, tetapi sangatlah jarang ditemukan pendidikan yang mampu membentuk manusia pengelola daerah prawisata.

Contoh lainnya, daerah sekitar pula Samosir hampi tiap tahun mengalami kekeringan yang berbuntut pada kegagalan panen, padahal daerah ini dikelilingi oleh danau berkelimpahan air. Sementara Israel dapat menanam syuran di daerah gurun pasir.

Sebuah potret yang sangat aneh tapi nyata ditengah marak! nya lembaga pendidikan yang menawarkan program teknologi. Tapi untuk mengatasi pemindahan air dari danau yang berjarak ratusan meter pun menjadi tantangan yang sangat sulit. Seperti yang dirasakan masyarakat di sekitar daerah desa Parsaoran I, Pardugul, Sriaon sampai Simanindo kerap kali mengalami kekeringan ketika musim datangnya hujan tak menentu.Pertanyaannya kegagalan siapakah ini. Kegagalan kita semua masyarakat Tobasa.

Tetapi setidaknya Institusi pendidikan dapat menjadi ujung tombak paling depan untuk membangun kembali daerah ini. Tentunya dengan mengembangkan program kurikulum yang dekat dengan kebutuhan masyarakat sumatra utara dan Tobasa Khusunya. Aplagi dalam era otonomi, baik daerah maupun kampus yangsedang digulirkan. Dimana daerah diberi peluang untuk mengembangkan potensi daerahnya untuk amunisi pembangunan daerah yang bersangkutan.

Nah disini peran dunia pendidikan semakin tertantang, biarbagaimanapun seharusnya intitusi pendidikan setempat akan lebih tahu tantangan pembangunan wilayah dia berada. Sehingga kepentingan program yang dibawakan pun harus sesuai dengan realitas dan tantangan daerah tersebut. Diharapkan dengan terbagunnya institusi pendidikan yang berbasiskan realitas masyarakat ini akan turut membantu pembangunan daerah Tobasa. Memang persoalanya bukanlah segampang membalikkan telapak tangan.

Untuk itu dibutuhkan kesadaran semua elemen masyarakat. Mulai dari masyarakat biasa sampai pada penguasa. Dapat dimualai dengan membangu kesadaran indivdu dalam masyarakat. Selanjutnya diharapkan akan tercipta kesadaran kolektif. Yang nantinya dapat menjadi podasi pemanfaatan potensi yang dimiliki.

Tulisan ini dibuat saat masih sekolah di Universitas Atma Jaya Yogyakarta, dalam rangka menanggapi pembentukan Kabupaten TO BASA, ke harian WASPADA Medan, Saturday, March 01, 2003 6:40 PM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Horas!!!