11 Agustus, 2009

Kehidupan, Catatan penuh Refleksi?

Belum lama ini, aku membaca buku titipan permanen Ucok untukku. Wacana, buku jurnal terbitan Insist,
tematisnya tentang teori pembangunan. Sungguh tulisan Amrtya Sen menjadi sebuah inspirasi baru memandang
kekuatan kapital, setelah lima tahun melihatnya dari sudut kiri jembatan ambruk.


Kapital tidak selalu berarti kanan, dia juga memiliki kecendrungan untuk berada pada garis kiri, seperti tempatku kini. Saat itu teringat juga aku dengan kalimat Cak Nun, kalau saja ada kemauan maka orang paling mudah masuk surga adalah mereka yang paling kaya (kaum kapital). Tapi, sekaligus juga mereka menjadi orang yang paling
potensial menjadi penghuni neraka tingkat tujuh belas.


Sayang aku tak yakin mereka berfikir akan surga dan neraka.Dalam penelitian yang dilakukan Sen di beberapa negara miskin, temuannya negara kaya (memiliki potensi besar: alam) tidak selalu berbanding lurus dengan kesejahtraan warganya. Sering justru terjadi sebaliknya. Ada beberapa negara yang jika dilihat dari potensi alamnya cukup besar, namun kehidupan rakyatnya sebagian besar berada dibawah garis kemiskinan. Indonesia merupakan contoh paling cocok dalam kaca mata kita.

Hampir semua elemen negeri ini sepakat, jika negerinya memiliki kekayaan alam dan budaya yang maha dahsyat. Koes plus mengatakannya dengan “ bukan lautan tapi kolam susu”, Mesy, melantunkannya: tanam salak tumbuh salak, tanam durian, tumbuh duarian,.... semua ada disini.” Sepertinya kamu pun pernah mendengarnya, bukan? Atau jangan – jangan lagu ini termasuk lagu favorit semasa kecilmu, Sonny boy.Tapi, sudahlah aku ingin kembali dengan cerita pahit mereka yang ada disini. Sorry, maksudku kami.

Sobat, kamu tentu pernah dengar dengan faham paling mutakhir yang satu ini. Faham ‘putus asa’ atau
‘prinsip ya sudah-lah!’. Sebulan yang lalu, saat ada teman - teman dari section Lima Kaki mengajak jalan-jalan ke pantai, ada seorang teman, Bexsky, belum lama bergabung ketempatku bekerja. Karyawan tempatku kerja sebagian besar operator, cewek, sebelumnya sudahj pernah kuberitahu, ingat? Saat perempuan-perempuan cantik itu sedang asyik bermain, Bexsky duduk diam sambil memandang jauh ke pantai.Belum terlalu kenal, saat duduk, dia menyapa. “Sepertinya mereka sangat menikmati hidupnya.” ucapnya.


Hidup penuh dengan tekanan saat bekerja mampu mereka tinggalkan saat waktu berkerja telah usai. Kerja ya
kerja, senang ya senang, dua situasi yang dapat mereka pisahkan dengan baik. Padahal, jika dibandingkan
dengan kemampuan hidup, kondisi mereka sangat rentan dengan tekanan. Jika sekarang masih bisa bekerja,
tiga bulan, setahun, atau dua tahun kedepan akan bekerja di mana? Uang akan datang dari mana?

Inilah yang muncul di pikiran saat mereka sedang menari dengan luwes diiringi hentakan suara ombak laut
lepas, Barelang.Tak lama, lama kulontarkan pertanyaan. Saat seperti ini, dengan alam pikiran penuh gejolak semacam itu. “Apa yang harusnya dilakukan?” Dia lama terdiam, sepertinya menanggapi pertanyaan ini dengan serius.

Serius entah kenapa, belum jelas. Sebab ini hanya obrolan pinggir pantai yang tak terekam oleh apapun,
dan tanpa kekuatan apapun.Sebenarnya situasi ini bukanlah pemandangan baru. “Ini hanyalah bentuk lain namun sama dari sekian banyak bayangan akibat pantulan dari sebuah lensa kolonialisme yang sedang berdiri kokoh.” ungkapnya. Ada bayangan kolonialisme yang tampil vulgar, seperti penjajahan jaman dulu. Kini bayangan itu muncul sangat halus dengan wujud yang berbeda. Ada lewat perang militer, ada lewat sanksi ekonomi, ada yang lewat pendidikan, hiburan. Sungguh, bayangan lensa itu menjadi bermacam-macam.

Tapi, yang jelas bayangan itu cuma memberikan satu makna, penderitaan.Jawaban yang sungguh tak kuduga. Tak kusangka akan sejauh itu. Setelah semua ini, Sonny Boy aku ingin sekedar bertukar pikiran. Jika dalam suasana sudah begitu rumit seperti sekarang ini, apa yang seharusnya menjadi jalan keluar. Tentunya aku hanya minta tolong, jangan sarankan untuk memberontak secara frontal, dan massif. Sama seperti cara mengusir penjajah tempo doeloe. Aku tunggu jawabanmu sobat. Sorry, jika semua ini mengganggumu, memaksamu untuk berfikir. Kukatakan ini semua karena kuingat tulisan dibaju hitammu, Cogito Ergo Sum. Semoga kita semua ada karena kita berfikir. (PIUS: Catatan: manusia dengan manusia)

Tulisan ini dalam rangka mengisi Newsletter BuburSore Edisi EDISI/BS/VI/OKT/2007: SPMI Panasonic Electronic Devices Batam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Horas!!!