10 Agustus, 2009

Arti Kehidupan, Sebuah Catatan Mimpi

Mati bukan sekedar berhenti bernafas. Dan Hidup bukan sekedar tubuh yang bergerak.

Syalom Sahabat! Apa yang kamu cari dalam hidup. Harta atau Materi? atau Kehidupan?. Sebuah realitas selama perjalanan jejak kaki telah membawaku membuka mata. Tak ada yang pasti selain ketidakpastian itu sendiri.

Lima tahun yang lalu semasa mulai masuk dalam sebuah komunitas jurnalistik. Dunia diperkenalkan, lewat jendela bernama PASTI, untuk memandangnya. Disana tempat dimana dunia ditelanjangi. Tempat yang membawa perenungan, dan juga memunculkan berjuta pertanyaan. Ketimpangan yang berakibat pada, kemiskinan, kehancuran bahkan kematian. Sungguh semua yang terjadi adalah intrik.

PASTI mewadahi manusia yang bertempur layaknya di medan perang, melihat, mengerti dan menantang keedanan zaman. Minim bekal tak ada jaminan! Nyawa bisa jadi taruhan. Tapi masuk dalam dunia angkara murka ini jadi pilihan ditengah kegiatan lain yang lebihn nyaman.

Berangkat ke Batam untuk melihat hidup yang sesungguhnya. Sebagai upaya pembalikan rasionalitas. Bekerja pada sebuah perusahaan tempat meletakkan hidup. Awalnya dunia baru akan menjadi titik penentu perubahan dalam membaca dan mejalahi hidup. Kehidupan baru, mencoba memutar haluan. Tiga bulan bekerja, seorang ito atau saudari, boru Nainggolan datang dan mengundang untuk masuk dalam kumpulan.
“Ikutlah to kumpulan!” demikian Lusi Br. Nainggolan mengajakku.

Pengen rasanya menghindar, namun kembali bayangan masa lalu naik kepermukaan. Itokku Lusi, operator disalah satu lain section di tempatku bekerja dulu. Cerita berlanjut kecerita, Lusi menerangkan tentang kumpulan. Isinya Nainggolan dan kekerabatannya. Suara yang dulu ingin ditinggalkan muncul kembali. Gila, kapan harus keluar?

Seminggu lebih waktu digunakan untuk berpikir. Apa harus kembali dengan membangun cerita baru yang sama dengan nuansa yang berbeda? Jenuh, tidak!

Pengen rasanya untuk meninggalkan. Sekarang kejarannya harus naik tingkat. Bekal sudah cukup, kenapa tidak coba kejenjang yang lebih tinggi! Bukan kumpulan marga? Dan bukan organisasi sosial yang lebih formal?

Kelinci! Selentingan suara kembali datang dengan pelan. Apa yang kamu cari dalam hidup? Bukankah kamu telah menjawab: kehidupan! Bukankah kehidupan tidak melihat struktur, jenjang dan kenyamanan? Bukankah kehidupan perjuangan tanpa batas dan syarat ke-aku-an? Bukankah yang penting itu mereka dan buka saya atau kami? Pertanyaan itu terus berlanjut.

Lebih dari tiga tahun sudah hidup ditengah keluarga besar Toga Nainggolan. Saat-saat suntuk mungkin juga tanda genderang mundur mulai bertunas. Mati aku! Menyerah? Tidak ada kata menyerah dalam membangun mimpi apalagi perjuangan sobat! Kata suara itu pelan.

Banyak sudah yang kujalani bersama dengan saudara-saudaraku ini. Mulai dari kisah pilu hingga tawa terbahak tanda kegembiraan. Kini sebagian sudah jadi romantisme. Namun ada juga yang terselib menjadi tantangan bahkan persoalan hingga saat ini.

Aku punya mimpi dalam hidup, membangun kehidupan bersama dengan mereka yang mau bangun. Di Nainggolan sebagian ada yang sadar akan pentingnya bangkit dari kasur tidur. Tapi tak sedikit juga yang nyaman dengan lipatan pandan atau kasur yang menyejukkan mata, tidur bahkan pulas. Ayo bangun sobat, tak ada yang mau menunggumu untuk sekedar bangun! Semua sudah berangkat begitu ayam jantan berkokok pertanda genderang perang kehidupan ditabuh. Jangan tidur, awas setiap moncong senjata kematian, kemelaratan sedang mencari sasaran tembak untuk dibunuh. Mau mati atau hidup?

Aku yakin tugas ini bukan sekedar transfer pengetahuan atau pun pengalaman. Menghidupkan manusia yang bernafas dengan baik butuh transformasi. Demikian temanku Ucok menyebutnya dulu.


Transformasi, sebuah tantangan Muda-Mudi Nainggolan.

Menyalurkan pengetahuan dan memberikan pengertian yang holistik yang mampu dan digunakan orang untuk kebaikan dan kemajuan peradaban. Demikian aku mengartikan tranformasi. Sungguh aku sangat takut jika yang terjadi selama ini di Nainggolan hanya sekedar transfer (memindahkan) pengetahuan atau pengalaman. Ini akan berakibat pada nostalgia dan juga kematian yang lebih hakiki. Karena tak pernah menggunakan pengetahuan dalam ruang yang lebih nyata. Membangun peradaban.

Masih ingat dengan cerita dulu masa-masa masih kecil, saat dimana kita diminta untuk menghafal berbagai macam yang mereka katakan pelajaran! Mulai dari sila Pancasila hingga ke Dasa Sila Bandung? Semua bisa hafal, namun tak ada satu pun yang tahu maksud dari semua yang kita hafal kecuali untuk menjawab soal untuk sebuah angaka 10. Bagaimana semua itu muncul, dan untuk apa itu semua muncul? Semasa kecil ini tak pernah kita pertanyakan. Yang penting hafal. Teng!

Dalam konteks Nainggolan sering sekali kumpulan dimaknai sebagai sekedar arena kumpul dan tempat cerita. Sayangnya kebanyakan nilainya kosong. Kosong bukan karena ceritanya yang tak memiliki nilai. Tapi kosong karena tak satu pun menyadari cerita sebagai sebuah pondasi kehidupan. Transformasi pengetahuan. Habis cerita lantas apa? Sedih, tawa atau marah? Cukup? Jawabannya Tidak!

Kini coba kembali merenung mencari beberapa titik yang pernah kita lalui. Mulai dari kumpulan bulanan, Perayaan Natal, Pesta Bona Taon, Pesta Parheheon hingga pada kunjungan kita pada saudara kita yang sedang kemalangan. Apa arti dari semua ini? Cukup hanya ini yang jadi pondasi kita untuk mengatakan kita sebagai suatu kumpulan? Saya teringat dengan apa yang diungkapkan oleh seorang dalam keluarga besar Nainggolan. “Kita bisa kumpul, saling telpon atau sms-an sudah sesuatu yang menggembirakan” demikian dia mengatakan. Sungguh miris rasanya mendengar pernyataan ini. Apalagi muncul bukan dari orang yang biasa-biasa saja. Inikah pandangan kita pada kumpulan ini. Sorry, ini mirip lagu Slank, mangan ora mangan yang penting kumpul. Edan, kalo ini dikatakan menggembirakan. Itu menggembirakan hanya karena itu sebatas lagu, bukan keyataan. Tapi untuk makna kehidupan bagiku itu kosong. Bahkan Mati. Sorry bagi orang yang berpandangan sebaliknya denganku.

Muda-mudi toga Nainggolan harus lebih dan lebih dari pada itu. Semoga Tuhan membantu kita. Naposo Nainggolan harus menjadi pioner bagi dirinya dan juga bagi lingkungannya. Naposo Nainggolan harus menjadi kehidupan bagi dirinya dan juga orang disekitarnya. Lantas bagaimana caranya?

Tiga tahun sudah berada dalam keluarga Nainggolan Sebarelang, sungguh banyak hal yang memberikan catatan untuk tetap dan bertahan hidup. Banyak itokku yang menjadi bagian dari titik atau batu yang mampu mengolah kata menjadi kalimat dan mengubah tanah kosong jadi bangunan yang kuat. Ini kenyataan Sobat. Coba ingat satu persatu diantara kita. Sambil rebahkan kepala diatas kasur atau tikar, yakinlah kita akan melihat alur yang luar biasa. Ito-ito dan apara kita banyak yang bisa jadi inspirator menatap kehidupan!

Ada ito Valen atau Saut yang kuliah dengan keringat sendiri. Lepas keringat itu hanya keluar dari tubuhnya atau juga dibantu dengan keringat keluarga. Tapi tanya Pius, berapa persen dari hidupnya yang bisa melewati hal yang sama? Sorry, 40 persen? Tidak aku tidak sampai bahkan minus persen. Mungkin. Ini inspirasi? Renungkan!

Lihat Botak alias Rinto, apa yang dia lakukan kini. Tertelan aroma kematian dengan bernapas bagaikan zombie? Tidak. Mulai dari kaleng kosong, tong kosong atau berisi, rambutan dan durian bahkan hingga Anjing pun dijadikannya memiliki arti. Pius kamu pernah punya kehidupan itu?

Aku tak mau menjawabnya lagi. Ada yang mau membantuku menjawab?

Ini bukan sebuah pertanyaan kosong. Bukan juga cerita oblong. Ini adalah catatan nyata yang ada didepan mata kita. Masih banyak cerita lain, dari ito kita yang bekerja di PT seperti juga aku atau cerita lainnya lagi. Semua kita bagian dari inspirator itu. Itulah makanya kita hidup dalam satu kumpulan karena kita bagian dari ispirator bagi yang lainnya. Kita bagian dari mesin transformasi bagi orang lain. Karena kita sendirilah yang menjadi visi itu. Nainggolan yang lebih. Kita yang lebih baik. Bersama kita lebih baik. Lebih cepat kita lebih baik, pro sekitar kita, lanjutkan mimpi-mimpi kita. Bukan kampanye, sorry Toga Nainggolan, Sorry KPU.

Sekarang sobat mari benar-benar menjadikan yang kita miliki bersama menjadi kekuatan. Kekuatan yang maha dahsyat, karena tumbuh dari manusia dahsyat, yaitu ito dan appara semua. Tak ada kata mati, karena tubuh kita masih menyimpan kekuatan yang bernama: hati, pikiran dan jiwa. Jangan biarkan dia terlelap. Lekas lipat selimut, gulingkan kasur atau tikarmu. Moncong senjata yang mematikan akan menjauh darimu. Dan segenap musuh akan memintamu untuk berdamai dalam dunia yang maha indah. Maaf jika sampai hari ini aku Aku merindukan Nainggolan memiliki semangat sama seperti PASTI. Menjadi tempat bagi mereka yang mau belajar, mengerti dan berjuang untuk kehidupan yang lebih baik bagi semua manusia. Maaf jika aku masih tetap bermimpi. Itu hanya karena aku ingin bangun bersama kita semua. Karena aku yakin Mati bukan sekedar berhenti bernafas. Dan Hidup bukan sekedar tubuh yang bergerak. Semoga Tuhan menolong kita.

Salam buat kita semua (Pius Nainggolan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Horas!!!