30 September, 2009

Potret Kalimantan, lewat Foto

Selasa 8 Februari 2005 harian Kompas, seperti biasa menempatkan foto pada bagian depannya. Foto ini, seperti biasa kita ketahui dalam hal berita bisa dikategorikan sebagai foto headline. Pada tanggal itu, foto yang menjadi headline, sekilas foto itu tak lebih seperti menunjukkan segompokan rumbai. Rumbai, dulunya biasa dipakai orang sebagai atap rumah. Kini atap yang terbuat dari daun puhon ini hanya digunakan untuk atap rumah – rumahan disawah.

Itu bukan rumah tempo dulu, atau rumah – rumahan di sawah. Didalam foto terlihat, disamping gompokan rumbai berserakan kayu yang begitu licin mungkin karena diketam, siku - siku yang cukup presisi. Mungkin hal semacam itu sulit ditemui pada rumah tempo dulu, apalagi rumah – rumahan di sawah. Entahlah, pikiran banyak orang akan melihat dan coba menebak foto apa itu?


Tapi, mungkin tak akan jauh dari perkiraan saya. Itu adalah foto tempat kadang sapi atau kerbau. Karena bangunan semacam itu yang mungkin masih banyak kita temui menggunakan atap rumbai. Atau mungkin juga gudang penyimpanan tembakau ataupun hasil pertanian lainnya yang biasanya ada di sawah.

Sepertinya kalau gudang menampung hasil pertanian, tidak. Disana tak terlihat sawah ataupun ladang. Disana hanya terlihat rumah beratapkan seng dan sedikit bagian bangunan yang terbuat dari beton.

Menerka itu sebagai kadang sapi atau kerbau, mungkin lebih dekat. Soalnya disekiranya terlihat rumah – rumah yang sudah beratapkan seng. Mungkin rumah pemilik kadang sapi. Tapi, apa mungkin didekatnya bakal ada yang mau mendirikan bangunan beton semacam itu, yang tampoaknya mirip pertokoan.

Ternyata salah semua. Itu bangunan sekolah yang sedang roboh. Untung ada caption yang dapat menjelaskan. Wah, parah juga kalo sampai tempat itu terlalu lama dianggap sebagai kandang kerbau. Lah, anak – anak yang belajar itu tentu akan marah. Masak. Tapi bagaimana bisa bangunan semacam itu digunakan untuk belajar, apalagi untuk sebuah institusi pendidikan formal! Apa masih nyaman? Apalagi yang belajar disana masih anak – anak kecil, sekolah dasar. Berapa banyak nyamuk yang bersembunyi dan siap menyantap darah – darah mereka? Akan demam berdarah dan cikungunya akan menyerang mereka?

Sebenarnya ada pertanyaan biasa dan sangat terduga. Kok mau - maunya mereka belajar ditempat seperti itu. Gurunya seperti apa ya? Cewek atau Cowok? Kayaknya sih laki – laki. Sulit memikirkan perempuan yang terbiasa dengan dandan akan mengajar disana. Kalaupun itu terjadi, kayaknya aku bisa membayangkan perempuan seperti apa, dia itu pasti perempuan tangguh. Sangat tangguh. Karena tak takut saat – saat tertentu bangunan itu akan roboh. Jangan – jangan dia sudah yakin dengan kekuatannya. Tapi, sangat bisa juga dia sangat peduli dengan pendidikan. Tapi yang jelas, bayarannya takkan lebih besar dari guru ditempat dengan gedung yang mencleng.

Inikah poteret pendidikan di negeri ini. Bisa jadi, bagaimana tidak, lebih banyak kabar korupsi yang terdengar dari pada berita baik tentang pendidikan. Wah, korupsi! Apa duit untuk merawat bangunan sekolah yang roboh itu juga ikut dilahap? Sudahlah, sulit menebaknya. Sama dengan menjawab tebakan teman saya yang pintar bikin tebakan. Sampai – sampai tak pernah terjawab, karena cuman dia yang tau jawabnya.

Kembali lagi. Sebenarnya wajar juga kalau bangunan itu terbuat dari kayu. Karena memang sekolah ini berada didaratan Kalimatan, pulau dimana kayu sangat berlimpah. Sampai – sampai, hutan Kalimantan ini dimasukkan sebagai paru – paru utama dunia, dari serangan lapisan ozon yang kian menipis. Ironisnya, hutan yang harusnya dapat digunakan untuk pembangunan, lebih banyak diseludupkan.

Istilah kerennya kini, ilegal loging. Saking banyaknya ilegal loging, yang diseludupkan ke luar Kalimatantan dan luar negri hingga kayu yang bangun sekolah itupun bukan kayu pilihan. Kayu pilihan untuk dijual keluar, kayu yang biasa – biasa dipakai untuk kepentingan masyarakat setempat. Misal bangun sekolah.

Di foto, terlihat besarnya kayu penopang rumbia tak sepadan dengan besar tiang penyangganya. Kecil sekali. Kayunya habis untuk dilarikan, untuk bangun sekolah cukup dengan kayu sisa, itupun kalo ada.

Bocah kecil, melihat – lihat entah apa yang ada dalam pikirannya. Sepertinya mereka lagi mencari sesuatu. Tapi kayaknya tak sedang mencari ilmu, yang biasanya terdapat disana,dari guru yang siap mengajar. Atau jangan – jangan sedang merenungi nasib temannya, yang luka - luka karena tertimpa bangunan itu. Tetapi jika dibandingkan dengan pakaian yang digunakan bocah itu, sebenarnya terlihat kawasan itu sudahlah maju. Pakaian itu, sepertinya sudah mirip dengan baju – baju yang dipakai anak – anak di perkotaan di daerah yang sudah maju. Sangat kontras dengan kondisi sekolah yang sedang roboh. Cukup beruntung negeri ini anak – anak ini masih mau sekolah, ditengan kondisi demikian. Mereka memang punya niat untuk belajar!

Sekolah ini terdapat disekitar kota, tepatnya di jalan Raya Kakap, hanya 19 dari kota Pontianak. Sayang, nuansa kota yang biasanya tercermin dengan modernitas, yang ditunjukkan dengan asupan teknolgi termasuk bangunan sama sekali tak tampak. Sekolah disekitar perkotaan saja sudah demikian parah. Apalagi, kalau sampai membayangkan sekolah yang ada dipelosok desa. Sepertinya ini menggambarkan Kalimantan seperti yang biasa terdengar. Tertinggal.

Nandan, Jogja 8 Feb 2005

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Horas!!!