30 September, 2009

Menatap Langit

Sobat apa kesedihan paling dalam yang pernah kamu alami. Apakah seseorang yang mati, pergi meninggalkanmu menuju alam berikutnya. Ataukah kepergian sesorang dari dekatmu? Kepergian dari segala sesuatu yang pernah dibangun bersama? Pernahkah kamu teringat apa yang terjadi pada bangsa ini sejak dulu. Masih kah kamu ingat ketika seorang bapak tua merangkak minta ampun kepada seorang penjajah atas perlakuan tak senonoh terhadap putrinya. Itu, hanyalah salah satu dari sesuatu yang menjadi landasan kebersamaan membangun bangsa ini. Sesuatu, perlawanan atas ketidakadilaan dan keserkahan atas muka bumi.

Senjata sepertinya tiba tiba meledak menghempas kepala. Ia pun jatuh tersungkur ketanah. Aduh ampun, kata terakhir yang hanya pengobat rasa sakit. Sakit atas segalanya.

Kini kita telah besar. Kini kita telah merdeka dan sudah melewati pasca reformasi. Pada akhirnya, semua menagajak manusia dalam bumi pertiwi ini bertanya pada dirinya akan arti merdeka hidup dan kehidupan.

Kamu tahu kenapa aku bertanya demikian. Jelas, ini kulakukan karena aku tak melihat perbedaan, antara masa lalu dan masa kini. Dulu bangsaku hidup dalam tekanan keangkaramurkaan bangsa lain. Kini bagsa ini tertekan oleh dirinya sendiri. Dimana rama dan rahwana berada dalam satu tubuh. Pergolakan dalam satu ring memang menjadi tontonan yang mengasikkan bagi sebagian orang. Sayang kita sering tak tahu kalau kita segaja dijual untuk dipertontonkan. Sebuah keuntungan besar bagi mereka. Ini hanya refleksi ngawur tapi nyata, dulu dan sekarang.

Bagaimana kalau kita bicara dalam frame yang lebih kecil. Namun tak menghilangkan sudut kekompleksan persoalan yang sama. Kamu hidup dimana, seberapa besar. Bagi yang baca ini, mungkin aku bisa tarik batas kecil yang jelas yang menjelaskan keberadaan kita yang sama Kita berada dalam kawasan pusgiwa nan murka akan jalannya kehidupan. Kalaulah memang tak semua demikian adanya. Mari kita sempitkan frame, biar kita bisa melihat lebih jelas, telangjang bulat. Tak ada yang perlu kusembunyikan darimu, dari dunia yang sangat kecil ini. Kita selalu berbicara betapa sesaknya dunia sana. Dunia yang penuh dengan kebengisan, keserakahan dan penghianatan.

Jogja 20 Sept 2009, Saat Menghilang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Horas!!!