24 Desember, 2010

Naposo Nainggolan Se-Barelang, Quo Vadis Omnes?

Ntah kenapa hari ini jariku ingin menghenttakkan keybord laptop. Tak seperti biasa, kesulitan akan ide menghantui kepala. Memang sore ini ide itu belum ada yang muncul, cuma jari sepertinya sudah terasa gatal untuk menekan kuat setiap huruf yang menantang. Mungkin ini hasil rangkain perjalanan hidup dalam minggu ini.

Sejak pertandingan bola terakhir, melawan Aritonang FC kembali membuka mata akan sulitnya mentranformasi ide dan pemikiran dengan teman-teman di komunitas Naposo Nainggolan. Maklum, sebagian besar perjalanan hidup di pulau Batam habis untuk coba berbagai teman naposo di keluarga besar Nainggolan.

Dua minggu lalu, selepas pertandingan Aritonang, keputusan mengundurkan diri sebagai manager tim sepak bola Nainggolan harapannya akan membawa kebaikan bagi komunitas ini. Setidaknya akan memberi ruang kepada segenap pengurus baru untuk bereksperimen yang lebih besar. Tak lagi terhambat oleh pemikiran lama, yang mungkin cendrung lebih tradisional. Setidaknya pikiran progresif yang ada dalam kepala mereka akan lebih cepat dituangkan. Dan bagiku gambaran akan hegemoni lebih mudah terlepas.

Sejak awal mengambil keputusan untuk keluar dari garis pengurus, didorong oleh harapan akan kontunitas kepemimpian dalam konsep penyegaran dan regenerasi dalam komunitas ini. Tak ada yang lain, satu-satunya alasan yang saya miliki adalah demikian. Setidaknya dengan jalan ini akan lebih banyak naposo Nainggolan yang bangkit dalam ide, pemikiran dan kepemimpinan tentunya.

Namun apa daya, konsep dasar ini termentahkan, karena tak banyak sumberdaya yang mampu untuk menjadi pemimpin dalam komunitas ini. Setidaknya demikian gambaran yang tampak. Tak ada kandidat baru yang berani berteriak lantang akan kesiapannya untuk tampil maju. Mau tak mau, beberapa dari teman lama harus maju dan mengambil alih nahkoda kapal naposo Nainggolan. Walaupun ini tak akan pernah menghempaskan mimpi besar nainggolan. Mimpi, harapan besar akan kontiunitas ide dan pemikiran itu kuat tetap tersimpan. Setidaknya, walaupun dengan beberapa catatan.

Nainggolan Community, rumah ide sejuta Harapan….!!!
Jika harus mencoba mengingat kembali ke titik awal masa-masa jejak kaki mulai melangkah dalam komunitas ini, mungkin sebagian besar dari orang terbaik yang mengisinya masih ingat dengan mimpi akan hamparan pulau indah dengan berbagai macam bunga kehidupan yang menghiasinya. Itulah deskripsi masa depan akan komunitas Nainggolan yang terpancang kuat dalam alam pikiran. Dimana komunitas ini akan menjadi tempat berproduksi bagi semua kepala untuk menghasilkan ide dan mengaplikasikannya bersama-sama.

Masih ingat dengan rentetan rencana yang kita sudah bangun? Mulai dari ide belajar membuat dan memasarkan kue hasil kreasi internal, mengarahkan ito-ito untuk kursus menjahit, menyulam, mendirikan usaha internet, advertisement. Hingga pada agenda pesta naposo, lomba trio, pesta dan pameran budaya Batak hingga pada mimpi menjadi inisiator forum lingkar naposo bulung Batak di pulau Batam. Semua sudah pernah kita bicarakan, bahkan hampir setengah dari isi pertemuan kita, baik personal maupun komunal.

Ini meruapakan hasil terbaik dari sharing yang menjadi kultur baru yang pernah kita bentuk sobat! Membawa komunitas ini kearah wujud intelektual, tanpa harus lepas dari bingkisan kultur kita sebagai warga Batak. Sungguh menarik, dan sangat menyenangkan berada dalam komunitas ini. Inilah kita dulu sobat dalam komunitas ini. Kini, jika harus dipandang terlalu dini atau tergesa-gesa, namun ini hanya kekawatiran akan arah kultur yang sebelumnya sulit kita tumbuhkan, kini seolah tampak akan pudar hanya dalam hitungan bulan. Sorry, aku hanya sedikit sedih, karena momentum baik itu mungkin hanya akan berjalan sependek umur jagung. Semoga aja tidak, dan semua elemen menyadari tentang apa yang sedang terjadi.

Sebelum kulanjutkan, sebenarnya sungguh sulit menuliskan ini semua. Kawatir jika ini dilihat sebagai wujud dari posh power syndrome yang menghantui kepala ini. Atau mungkin dilihat sebagai sebuah wujud hegemoni yang coba di telorkan. Sebelum alam pikiran kita terbawa kesana saya ingin katakan, tidak sama sekali sobat. Tak ada jalan yang yang bisa mengarahkan penjelasan untuk pembenaran akan kekawatiran itu sobat. Karena seluruh urat saraf hanya ingin memberi kritik membangun yang mungkin ada kebenarannya. Dan jika pun tidak, toh kita semua tetap berharap yang terbaik untuk komunitas kita ini.

Lewat tulisan, saraf kecil ini hanya mencoba membawa kita kembali ke jalan awal yang pernah kita pilih. Setidaknya jika kita masih punya paradigma yang sama tentang visi komunitas ini.

Paradigma, konsep berfikir demikian secara sederhana kita bisa memaknainya. Dalam alur sederhana pula, dapat juga mengamininaya sebagai sarana yang dapat membawa kita pada cara penemua jalan menuju visi besar yang ada dalam angan-angan kita.

Kembali pikiran saat pertemuan dengan Amir Siregar, ketua DPD Hanura Kepri kembali muncul dalam pikiranku. Pertemuan singkat, dimana kerangka otakku menempatkan Batam, sebagai kawasan industry yang lupa akan kulitnya. Tak pernah sadar, jika dia telah berkembang diatas keringat manusia-manusia muda yang pada akhirnya hanya meninggalkan tulang kering. Terutama kini pemandangan ini semakin nyata.

Sobat inilah yang menjadi landasan kita dua tahun lalu. Memulai semuanya dari hal kecil, namun memiliki kekuatan untuk membangun sesama. Kerinduan akan borneng-borneng yang memiliki kemampuan untuk menjadi creator muda, lewat usaha yang bisa membangun hidupnya pasca habis kontrak dari pabrik yang kini menghidupinya. Kita sungguh tak mau borneng-borneng muda akan kembali ke kampung halaman dengan bekal kemampuan yang hampa. Kembali manillok ditengah lahan yang makin menipis dan kering keropos. Kita sepakat menempatkan ini sebagai pilihan, dan bukan sesuatu konyol. Inilah yang membawa kita sepaham, untuk bangun bersama. Sekali lagi bersama sobat.

Kini suara ini kembali mengiang dalam kepala. Mungkin karena ini belum jadi kenyataan. Dan darah dalam nadi seakan tak puas. Maaf jika detak jantungku terlalu menggebu untuk kembali mencapainya. Maaf juga jika detak jantung ini tak sabar menunggu kapan para sobat yang kini menjadi organizer akan melangkah mencapai impian ini.

Yang jelas, harapanku hanya satu tak ingin kita terlena dengan berbagai tetek bengek rutinitas yang membawa kita terlena. Hingga paa akhirnya kita akan dibangunkan dan melihat bahwa kita masih berdiri di tempat yang sama. Mangapian, demikian orang kita Batak menyebutnya.

Kapal Naposo Nainggolan, goyangan ombak ditengah Samudra.

Kurang lebih setahun yang lalu, sebuah pernyataan dari orang terbaik dalam keluarga ini pernah menjadi pemicu semangatku untuk bangkit. Pernyataan yang menurutku konyol dari seorang yang memang dipandang sebagai manusia emas, karena kesuksesannya. Pernyataan yang menurutku menempatkan kita pada pandangan pesimistik untuk member yang terbaik. Yang seolah-olah hanya kumpulan bongkahan kepala yang hanya butuh kerinduan.

Sudah pernah kita berdiskusi bersama tentang hal ini. Dan aku lihat wajah kita semua, merasa terguncang dan ingin menancapkan sebuah tonggak pembuktian. Kita bisa berbuat jauh lebih tinggi, lebih hebat, lebih membanggakan dari apa yang menjadi pandangan itu. Kita sepakat membuktikan ketidaktepatan pandangan itu. Kita akan membalikkan padangan yang beranggapan jika punguan naposo sudah cukup baik dalam batas membangun jalinan tali kebersamaan, temu kangen. Kita bisa lebih sobat. Dan saat itu kita bangun bersama rangka kaal yang tangguh, supaya bisa berlayar ditengah samudra sedasyat apapun. Dan sepertinya kita sudah hampir selesai membangunnya. Dan kita yakin kapal itu itu sudah layak dan mampu berlayar ditengah amuk gelombang sebesar apapun.


Beberapa bulan yang lalu, kapal ini resmi berlayar menuju gelombang samudra yang makin mengganas. Dan terlihat memang, kapal itu tangguh, dan sepertinya arus gelombang yang menerjang seakan tak berarti. Salute buat kita semua yang telah membangunnya dari rangkain konstruksi terbaik. Konstruksi yang ditopang oleh manusia – manusia terbaik.


Namun pertanyaan muncul, setelah engine dihidupkan, dan layar diturunkan setelah sekian bulan, kemana kapal ini sedang berlayar? Adakah tujuan yang sudah direncanakan? Jangan-jangan kapal ini hanya berputar-putar ditengah samudra yang memang terlihat tak bertepi. Aku hanya takut, sekuat apapun kapal yang kita bangun, suatu saat akan keropos jika tak ada perencanaan tujuan dan maintenance pada kapal yang kita buat. Saya taku suatu saat kapal ini akan bbreakdown, mati ditengah gelombang karena sudah terlalu lama berputar-putar tanpa tujuan ditengah hempasan gelombang. Sia-sia sudahlah nantinya kita membangunnya sobat! Dan akhirnya melihat wajah-wajah ito-itokku yang lugu seolah tak punya mimpi dan tujuan. Sayang sekali sobat, jika masih bisa berbagi ini hanya suara tangisan, sekali lagi tangisan yang mungkin yang terbaik yang bisa kuberi. Semoga semua yang terjadi nantinya hanya sekedar diluar nalar sadar kita semua. Dan suatu saat kita bisa bertemu dalam suasana tawa, dalam ketidak mengertian kita atas semua yang terjadi. Salam, sekali lagi,.. moga semua ini tak pernah terjadi. (Pius, saat sebuah mimpi menggelora ditas peti mati)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Horas!!!