24 Desember, 2010

MIRDONG DI TONGAN NI BORNGIN

Hari ini aku melihat bintang ditengah gelapnya malam. Dan angin bertiup semilir dan pohon-pohon bergoyang seolah kegirangan. Sangat jelas terdengar, gesekan daun-daun terdengar riuh, seolah sedang bersorak-sarai kegirangan. Diselingi suara burung terdengar sekilas bak penambah indahnya riuh suara angin dan gesekan dedaunan yang saling menghempas ke kiri dan kanan. Aku hanya duduk termenung, semakin melihat jauh kelangit sana. Sembari menunggu kemunculan bintang yang lain, mataku fokus menanti gerakan bintang yang sedari tadi tetap menyendiri.
Bintang nan jauh disana sepertinya mengajakku berbincang, lewat artkulasi pancaran cahaya. Dia seolah menggodaku. Terkadang aku merasa dia titipan yang sengaja memang hanya ditus seorang diri. Sampai kin I belum ada bintang yang lain datang. Dia vtetap sendiri, namun terkaang bersembunyi dibalik awan malam, namun tak berapa lama muncul kembali. Dia benar-benar menggodaku. Namun tak jelas godaan apa yang sedang dia kirimkan kepadaku lewat pancaran cahaya-nya. Aku hanya tersenyum melihat tingkahnya. Dasar Bintang abadi yang penuh kekuatan sang penakluk, penakluk malam, penakluk kegelapan yang tak pernah akan padam.
Saat mataku kemabali menatap tajam, tak berapa dia kembali menghilang di balik awan. Suara angin kian jelas terdengar berisik. Mengganggu. Membuyarkan tatapan mataku, lewat gesekannya yang menyetuh halus dilapisan kulitku. Halus namun tetap terasa dalam, hingga membuat gerak hentak jantungku memacu makin kencang. Otak langsung memberi komando tangan untuk melipat. Dingin..!
Dalam kepalaku hanya bisa menhentak dalam hati. Dasar angin, malam. Namun tak berapa lama hentakan itu berubah lagi lewat suara hati. Suara itu berbicara pelan mengingatkan.
“Bukankah angin juga bagian dari malam, yang punya kuasa yang sama layaknya bintang dialangit sana? Bukankah dia juga berhak untuk mendapatkan pandangan hatimu lewat rasa yang menyentuh kulit dan juga telingamu?”
Benar juga, jika angin punya kuasa yang sama untuk datang, lewat dan pergi mengitari gelapnya malam, layaknya bintang. Demikian saraf dalam batok kepala seolah berusaha mengamini apa yang barusan terjadi. Kini aku terbawa dalam perdebatan dalam otakku sendiri. Diamana pesan logika dan rasa seolah saling bertaruh mencari pembenarannya sendiri.
Bintang itu muncul lagi, melenyapkan semua perdebatan yang sedang bergolak. Dia terlihat seperti tersenyum, cahaya-nya menusuk jauh kedalam bataku, seolah berkedip dan sedikit terasa mengejek. Tersenyum sinis, melihatku bergulat dengan sebuah kenyataan yang sudah merupakan kepastian. “ tak ada yang perlu kamu perdebatkan disana” sepertinya membisikkan kata-kata itu. Memang kembali benakku mengamininya. Ya angin dan bintang punya kekealan untuk mengisi ruang gelap malam. Keduanya ahanya pengisi ruang, yang bebas untuk dinikmati tanpa harusa memintanya datang dan pergi. Dia punya kuasa untuk itu semua. Kuasa yang diberikan oleh sang pencipta dan maha Kekal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Horas!!!